Aksi Damai Kamisan ke 222

Kemarin adalah hari ulang tahun Republik Indonesia ke 66. Hari ini, 18 Agustus 2011 Aksi Damai Kamisan akan memasuki kali ke-222. Artinya, sudah 4 tahun lebih aksi ini terus berlangsung. Disatu sisi hal ini menunjukkan kegigihan keluarga korban untuk terus menuntut keadilan. Namun di sisi lain ini menunjukkan belum munculnya itikad baik dari pemerintah untuk merespons keinginan dari para keluarga korban pelanggaran HAM.

Solidaritas Indonesia untuk Burma.

Desain T-shirt dari jaringan Solidaritas Indonesia untuk Burma

Berbagai upaya telah dilakukan, mulai dari tuntutan ke pengadilan, advokasi korban, dan berbagai aksi lainnya. Terakhir, para korban menulis surat untuk presiden RI meminta penyelesaian kasus mereka. Upaya ini dinamakan 1000 surat untuk Presiden SBY. Sayangnya belum satupun dari berbagai upaya di atas yang membuahkan hasil memuaskan. Namun hal ini tak akan melemahkan semangat keluarga korban untuk terus memperjuangkan nasib mereka. Memperkuat terus solidaritas antar-individu maupun antar-jaringan korban pelanggaran HAM dimanapun, dari Tanjung Priok hingga Porong, bahkan Burma – adalah salah satu kunci bertahan. Semangat dan kerjasama antar-jaringan adalah modal dasar diantara para korban dan keluarga mereka. Mari kita dukung terus.

Polisi dan Aktivis

bagian belakang t-shirt peserta Kamisan

213 Kamisan Sudah

Aksi Kamisan ditutup dengan refleksi dan doa bersama

Aksi damai Kamisan pada 16 Juni 2011 telah memasuki hari Kamis ke-213. Tak ada tanggapan berarti dari istana negara, pemimpin negeri, yang selalu dikunjungi setia oleh para keluarga korban dan korban berbagai kasus pelanggaran HAM. Para keluarga korban yang hadir Kamis ini, entah mengapa, tampak sedikit. Namun beberapa ‘wajah lama’ tampak setia, tegar, dan penuh semangat berdiri diam dengan payung hitam yang bertuliskan berbagai kasus pelanggaran HAM. Sebagian datang dan pulang berdesakan menggunakan satu buah Bajaj.

Satu Bajaj saling memperteguh

Bagi para keluarga korban, dengan hadir dalam Aksi Damai Kamisan di depan istana Merdeka, mereka mendapatkan tenaga dan semangat untuk saling memperkuat, saling menghargai. Setidaknya ruang di depan istana Merdeka dan payung-payung hitam mengakui bahwa ada anggota keluarga mereka yang betul menjadi korban. Karena negara, Presiden, menteri, atau wakil rakyat, tak ada lagi yang mengakui, ataupun peduli.

13 Tahun Gugurnya 4 Pahlawan Reformasi

13 Tahun sudah 4 pahlawan reformasi, Elang Surya Lesmana, Hafidhin Royan, Hendriawan Sie, dan Hery Hertanto, ditembak oleh peluru aparat. Namun tak pernah ada kejelasan hukum seputar kasus ini. Peringatan gugurnya keempat pahlawan Reformasi di Trisakit tahun 2011 ini dilengkapi pula dengan penempelan poster-poster protes di dinding samping jalan layang depan Trisakti, Poster-poster karya para streetartist anonim itu diperbanyak dengan teknik foto kopi, menggunakan kertas berwarna putih dan coklat. Beberapa terlihat dikerjakan tanpa teknik yang baik. Beberapa lainnya dikerjakan dengan sangat baik. Sebagai upaya pengingat media-media tersebut merupakan teaser yang patut dihargai. Awalnya kami menuliskan bahwa poster atau wheatpaste ini dikerjakan oleh mahasiswa Trisakti, namun ternyata Jurnal Grafisosial mendapat ralat bahwa itu dikerjakan oleh streetartist dari Jakarta Selatan dengan identitas e-mail “slatanis”.

Bulan Februari lalu Ikatan Alumni Trisakti mengusulkan keempat mahasiswa Trisakti tersebut sebagai pahlawan reformasi. Ingatan terhadap keempat pahlawan yang gugur dalam demonstrasi untuk menurunkan Soeharto kini tinggal lamat-lamat. Saat ini para wakil rakyat yang menikmati hasil reformasi sibuk dengan pembangunan gedung baru DPR yang mewah. Sebagian lagi sibuk dengan urusan pengadilan akibat kasus korupsi. Semoga bangsa kita takkan lupa jasa dan makna dari gugurnya keempat pahlawan Reformasi.

13 Tahun Tragedi Mei ’98 Bersama Kita

Boneka Tragedi Mei 98, karya: Bertha (foto: Kurnia Setiawan)

Menjahit boneka. Ya, ibu-ibu keluarga korban Tragedi Mei ’98 berupaya mengingat anggota keluarga mereka yang telah 13 tahun meninggalkan mereka dengan cara menjahit dan membuat boneka dari kain putih, seukuran 10 – 12 cm. Menjahit boneka bagi ibu-ibu keluarga korban, diibaratkan sebagai proses menjahit luka, demi kesembuhan. Boneka itulah yang kemudian dieksplorasi oleh para mahasiswa Universitas Tarumanagara (Untar) untuk menyampaikan pesan persatuan dan keberagaman bangsa. Acara ini kemudian dirangkai dalam peringatan Kebangkitan Nasional 20 Mei.

Ketua Forum Keluarga Korban Mei '98 (Foto: Kurnia Setiawan)

Hasil karya kolaborasi antara ibu-ibu keluarga korban dan mahasiswa-mahasiswa Untar itu kemudian dipamerkan bersama karya fotografi dan poster bertema sama: Keberagaman dan Kebangkitan Nasional. Acara ini digagas oleh berbagai lembaga seperti: Aikon Media Publik, ELSAM, DKV Fakultas Seni Rupa dan Desain Untar, Forum Keluarga Korban Mei ’98, Grafisosial, INTI, JTM, Komnas Perempuan, Kontras, dan Ruangrupa.

Acara ini diisi pula oleh pemutaran film dan diskusi bersama Ade Darmawan, direktur Ruangrupa. Hal yang paling menarik dari peringatan Tragedi Mei 98 ini adalah keterlibatan mahasiswa-mahasiswi yang pada saat peristiwa Tragedi Mei terjadi, baru berusia sekitar 10 tahun. Mereka hanya pernah mendengar samar-samar tentang kejadian tersebut, dan demikian tergugah ketika bertemu langsung dan mendengarkan kesaksian seorang ibu yang anaknya menjadi korban Tragedi Mei 98. Diharapkan dengan peringatan ini, generasi muda dapat memahami pentingnya membangun Indonesia yang beragam dan bersatu, Bahwa persatuan dan keberagaman bukan hadir begitu saja. Persatuan dan keberagaman adalah sesuatu yang harus terus diupayakan bersama.

Ester Indah Jusuf dan para mahasiswa

Beberapa orang dari mereka yang memungkinkan pameran ini berlangsung (foto: Kurnia Setiawan)

Do Good (Design) Indonesia Terus Bergulir

Setelah menerbitkan buku Do Good Design dalam bahasa Indonesia, Aikon Media Publik bekerjasama dengan Adgi dan beberapa organisasi lainnya mengundang penulisnya, David Berman, ke Indonesia. Tujuannya adalah saling bertukar wawasan dan pengalaman tentang Do Good Design, yang sesungguhnya di Indonesia sendiri juga telah berlangsung dan tersebar.

David Berman yang juga menyusun kode etik profesi Icograda rencananya akan berdialog dengan Adgi tentang kode etik profesi untuk desainer grafis Indonesia. Di Jakarta program studi Desain Komunikasi Visual Universitas Bina Nusantara dan Aikon juga mengadakan workshop Better Jakarta, sebagai rangkaian acara kunjungan Berman. Selain workshop di Jakarta, Aikon dan Adgi akan melanjutkan workshop bersama David Berman di Yogyakarta dan Bali.

Adapun cetakan kedua dari Buku Do Good Design ini dimungkinkan terbit atas kerjasama Aikon, Adgi dan Dkv Binus. Dorongan untuk memperbaiki bidang profesi dan keilmuan Desain Komunikasi Visual untuk lebih mampu berperan memperbaiki kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat sekitarnya terus digulirkan. Selamat untuk para penggiat Do Good Indonesia!

Desain: Enrico Halim, Ilustrasi: Morezza

Catatan dari 13 tahun yang lalu

Desain Poster: Adit Jerome Wardoyo

Mulai dari empat mahasiswa Trisakti ditembak tentara, lalu, korban berjatuhan, dibakar, dibunuh, diperkosa, dan dianiaya. Banyak pula hilang tak tentu rimbanya. 13 tahun sudah peristiwa itu berlalu. Tragedi Mei melanda Jakarta dan sekitarnya serta beberapa kota lain, berlangsung pada 12, 13, dan 14 Mei, 1998.

Banyak diantara kita yang meragukan gunanya mengungkit dan menggali ingatan masa lalu. Tak produktif, menyakitkan, lebih baik menatap masa depan, begitu mereka berujar. Tentu saja itu ada benarnya. Terutama bila itu terkait dengan memori buruk, trauma, rasa sakit, yang pernah kita alami. Namun sebagian lagi menyatakan bahwa berupaya melupakan pun hanyalah kepura-puraan, toh kita tak mungkin juga melupakan. Bagaimana kita dapat menata dan menatap masa depan dengan jernih, bila kita berpijak pada masa lalu yang kita represi dengan rapuh? (Pura-pura) melupakan hanyalah tanda bahwa kita tak pernah belajar dari masa lalu.

Mengingat dan memperingati adalah cara penting untuk tidak mengulangi masa lalu. Bangsa Jerman belajar menatap masa depan dengan mendirikan museum pembantaian terhadap orang Yahudi oleh Nazi. Bukannya (pura-pura) melupakan Auschwitz, dan kamp-kamp konsentrasi lainnya. Sayang bangsa kita masih harus belajar utk memahami masa lalu, walau itu memang tidak pernah menyenangkan, agar dapat melangkah ke masa depan dengan teguh. Mari kita memperingati masa lalu untuk menjahit luka.

Rangkaian acara Peringatan Tragedi Mei 98 (dikutip dari aikon2

Desain Poster: Enrico Halim

Jumat
6 Mei 2011
Roadshow Media – Kompas
Kontras

Selasa
10 Mei 2011
10.00 WIB: Roadshow Media- Koran Tempo. Kontras (tentatif)
14.00 WIB: Roadshow Media. Media Indonesia (tentatif)

Selasa-Jumat
10 – 13 Mei 2011
10.00 – 15.00 WIB: Pameran, Talkshow dan Peluncuran Koran Beta. Solidaritas Nusa Bangsa & Universitas Kristen Indonesia

Rabu
11 Mei 2011
14.00 – 16.00 WIB: Peluncuran kegiatan Peringatan Tragedi Mei 1998 dan Konferensi Pers Bersama di Komnas Perempuan serta peluncuran hasil survey Jaringan Tionghoa Muda
15.00 -17.00 WIB: Talkshow dan peluncuran Koran Beta. Solidaritas Nusa Bangsa
14.00 -selesai: Roadshow Media-The Jakarta Post. Kontras + Komunitas Korban

Kamis
12 Mei 2011
10.00 WIB: Roadshow Media-Poskota. Komnas Perempuan
10.00 WIB: Audiensi ke Kejaksaan Agung di Kejaksaan Agung. Kontras (tentatif)
13.00 – selesai: Audiensi ke Komisi III DPR
16.00-17.00 WIB di depan Istana Pameran Korban, Aksi Kamisan Mei

Jumat
13 Mei 2011
09.00-10.00 WIB: Tabur Bunga & Ziarah ke TPU Pondok Rangon. Kontras dan Paguyuban Korban Mei
19.00 – selesai Malam Budaya. Solidaritas Nusa Bangsa & Universitas Kristen Indonesia
19.00 WIB: Malam Renungan; Pengajian (tentatif)

Minggu
15 Mei 2011
08.00 Wib – selesai: Napak Reformasi. Komnas Perempuan
09.00-10.00 WIB: Jalan Santai “Melawan Lupa”. Kontras

Senin
16 Mei 2011
10.00 – 18.00 WIB di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia
Pemutaran (2 Film) dan Diskusi Film (Narasumber: Mugiyanto, Dosen Sejarah, Efendi Simbolon*)+ Pameran: mural Kontras, instalasi dr mahasiswa
Klub Studi Sejarah Universitas Indonesia

Kamis
19 Mei 2011: Launching Analisa Media ttg Perdebatan UU Pornografi. Komnas Perempuan

Sabtu
21 Mei 2011: Konvoi sepeda gowes to remember 98: trisakti – semanggi dan panggung ekspresi. Kontras (tentatif)

Senin
23 Mei 2011
13.00 – selesai: Pemutaran dan diskusi film ” Cinta” di Universitas Tarumanagara. Universitas Tarumanegara
Launching Analisa Media 2010 kaitannya dengan Kekerasan Seksual. Komnas Perempuan (tentatif)

Senin – Rabu
23 – 25 Mei 2011
16.00- selesai: Perayaan Kebergaman: Boneka, Foto, Poster, Maket, dll. di Universitas Tarumanagara

Rabu
25 Mei 2011
13.00 – selesai: Pemutaran dan diskusi film di Universitas Tarumanagara
14.00 WIB di MK: Teleconference dengan kawan2 berbagai daerah untuk diskusi Keberagaman. Komnas Perempuan (tentatif)

Hidup itu Indah – Sebuah Cergam Kritis

Sampul Muka

Tahun 2010 baru saja berlalu. beberapa peristiwa di tahun 2010 berkait dengan insiden tindak kekerasan oleh organisasi massa (ormas) agama mayoritas (dari segi jumlah) terhadap umat agama atau kepercayaan lainnya. Tentu menjadi sangat disayangkan mengingat Negeri kita masih berasaskan Pancasila sebagai dasar negara.

Mayoritas memiliki kekuasaan

Permasalahan inilah yang coba diangkat dan rekam oleh komikus (Cergamis) Aji Prasetyo, melalui komiknya (Cergam) “Hidup itu Indah” (Penerbit Cendana Art Media, 2010). Tebal 215 halaman dengan ukuran: 14X20cm. Digarap dengan teknik yang sangat baik. Bentuk Cergam ini cukup unik, karena menggabungkan gambar dan tulisan sebagai sarana penyampai pendapat. Terdiri dari lima Bab dan tulisan opini dari sang Cergamis. Tulisannya sangat tajam dan kritis dalam menanggapi berbagai kekerasan atas nama Agama yang berlangsung di tengah masyarakat Indonesia, bahkan di depan hidung aparat Kepolisian. hal ini secara tegas diungkapkan Aji pada sampul muka cergam. Terlihat seorang Polantas menghentikan sebuah motor dinaiki oleh 3 (tiga orang tanpa helm. Mereka menjawab: “Melanggar? Ayat yang mana, Hadits yang mana?”

Front Pencemar Islam

Sebagai sebuah cerita bergambar maka komik ini menampilkan gabungan menarik antara kemampuan teknis dengan wawasan dan sikap kritis yang sangat kuat pada diri Aji Prasetyo, diwarnai sedikit sarkasme, dan sedikit bias-gender (sebagaimana disinggung oleh Ayu Utami di pengantarnya). Ditengah-tengah tindak-kekerasan dan represi dari kaum fundamentalis agama mayoritas terhadap kaum minoritas, maka cergam Aji Prasetyo menjadi sangat berharga, mengajak kita untuk berhenti sejenak dan berpikir ulang tentang dominasi mayoritas, apakah mayoritas identik dengan otoritarianisme. Apakah mayoritas boleh bersikap tidak adil pada minoritas?

Sebuah komik yang sangat penting untuk bangsa yang sedang bingung. Cergam Hidup itu Indah berhasil menjadi sebuah pamflet politik dari sang cergamis, Aji Prasetyo. Mewakili dan mendorong mayoritas-diam utk lebih berpartisipasi mencegah timbulnya negara agama.

Do Good [Design]

Dari sampul muka buku itu sudah tergambar isinya yang provokatif.
Penulisnya, David B. Berman adalah seorang Desainer Kanada yang kini aktif bergiat dalam upaya menyebarkan etika desain bersama Icograda dan Society of Graphic Design of Canada, dan beberapa organisasi profesi lainnya. ‘Creative Brief’ dari buku ini adalah: melucuti senjata penipuan massal disarming the weapons of mass deception. Para eksekutif dan direktur pemasaran dan periklanan berbagai perusahaan besar mungkin ‘gerah’ membaca buku Berman ini. Mulai dari industri minuman soda seperti Coca Cola, ataupun industri yang terbiasa memanfaatkan tubuh perempuan sebagai penarik perhatian dalam iklan-iklannya, dan terutama sekali tentu saja, industri tembakau, semua mendapat kritik tajam dari Berman.

Berman dengan gamblang membandingkan betapa berbedanya adab beriklan di negaranya (dan negara ‘beradab’ lainnya) dibandingkan adab beriklan di negara dunia ketiga. Di Kanada, industri tembakau tak boleh memasang iklan di tempat mana kemungkinan bisa dilihat oleh anak-anak: “…all tobacco advertising likely to be viewed by children is illegal in Canada” (hlm 15). Sementara di Afrika iklan tembakau tersebar dimanapun (sebagaimana juga di Indonesia). Demikian juga etika beriklan di negara maju, termasuk juga Brazil, yang melarang ruang publik ‘dibajak’ oleh pemasangan billboard-billboard yang merampas kebebasan pemandangan yang dimiliki oleh warga kota. Beberapa hal penting yang coba diringkas oleh Berman di awal bukunya adalah (hlm2):

– Designers have far more power than they realize..
– The largest threat to humanity’s future just may the consumption of more than necessary
– The same design that fuels mass overconsumption also holds the power to repair the world.
– We can each leave a larger legacy by propagating our best ideas than by propagating our chromosomes
– So dont just do good design, do good.

Apa yang ingin ditekankan oleh Berman bahwa Desainer adalah sekumpulan profesional yang memiliki kemampuan dahsyat untuk mempengaruhi orang ke jalan yang benar, ke kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu Berman mengajak pembacanya untuk berjanji:
1. waktunya untuk berkomitmen adalah sekarang
2. “saya akan jujur pada profesi sasya”
3. “saya akan jujur pada diri saya”
4. “saya akan sisihkan 10 persen waktu profesional saya untuk membantu memperbaiki dunia”

Janji berbuat baik bagi para desainer ini sesungguhnya merupakan sebuah jalan tengah yang adil dan realistis. Berman, sebagaimana juga Manifesto First Things First tak pernah meminta desainer untuk meninggalkan pekerjaan yang mendatangkan uang. Masalahnya adalah bagaimana para desainer bersikap jujur dan kritis dalam menjalankan kerja kreatifnya.

Erik Spiekermann, seorang desainer dan tipografer terkenal, pada pengantarnya menyatakan bahwa ‘..kita harus sepenuhnya sadar akan apa yang kita lakukan untuk siapa kita bekerja, dan bagaimana pekerjaan itu mempengarhi orang lain… desain adalah sebuah bisnis dan harus hidup menurut aturan bisnis…” Menurut Spiekermann lebih lanjut bahwa masih ada secercah harapan untuk tumbuhnya kesadaran dan tanggung jawab walau di dunia bisnis/industri – sebuah dunia yang mana kita tak merasa jadi bagian darinya tapi juga tak bisa lepas dari dunia tersebut.

Buku ini diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Aikon, penerbit yang dulu pernah menerbitkan majalah komunitas gratis berwawasan lingkungan, pimpinan Enrico Halim. Dalam pengantarnya dia berharap bahwa penerbitan buku ini dapat menggugah siapapun, khususnya para desainer untuk menjadi agen perubahan sosial demi kondisi dunia yang lebih baik. Hal ini digarisbawahi pula oleh Arief ‘ayip’ Budiman, direktur eksekutif Asosiasi Desain Grafis Indonesia (ADGI) yang menyatakan bahwa “upaya dan kontribusi desainer bagi perubahan sosial adalah upaya mengasah sensitifitas dan melatih kepekaan profesinya merespon setiap problematika yang ada. Menguasai problematika sosial membuat seeorang desainer memahami posisinya sebagai anggota masyarakat..” (hlm. xiv). Idealisme penerbitan buku ini pun tercermin dari upaya penerbit memberi dukungan pada percetakan sekaligus laboratorium milik Sekolah Menengah Kejuruan Grafika di Desa Putra, Srengseng Sawah, Jagakarsa – Jakarta Selatan. Sementara kertas yang dipilih adalah kertas duplikator hasil pabrik kertas di Leces – yang berbahan baku 100% kertas bekas-pakai.

Secara keseluruhan buku ini menggugah, dan terus menerus mengganggu pikiran hingga hal-hal yang nampaknya kecil: gantilah bolpen sekali-pakai-buang kita yang akan menambah tinggi gunung sampah plastik – ganti dengan bolpen permanen. Ajakan-ajakan sederhana yang mengingatkan kita, bahwa bila kita sebagai desainer ingin menciptakan perubahan melalui karya-karya desain kita, maka berubahlah lebih dulu menjadi baik, Do Good, sebelum membuat karya desain yang baik. “Be the change you want to see in the world” (Mahatma Gandhi, 1869 – 1948).

Berita Duka Cita

Sumber foto asli: Priyambodo (Kompas)

Aktivis Hak Asasi Manusia, Asmara Nababan telah meninggal dunia pada hari Kamis 28 Oktober di Rumah Sakit Fuda, Guangzou, Cina. Asmara pernah menjabat sebagai Sekjen Komnas HAM, Anggota Tim Gabungan Pencari Fakta Tragedi Mei 1998, dan pendiri Elsam.
Kami, Grafisosial, berduka cita yang mendalam.

Merapi Meletus dan Tsunami di Mentawai

Senin lalu gempa berkekuatan 7.2 pada skala Richter mengguncang kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, dan mengakibatkan gelombang Tsunami setinggi 1.5 meter. Korban tewas 154 orang dan hilang 400 orang (Kompas.com, 27 Okt, pk 07.23). Sementara itu Selasa sore Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus mengakibatkan 29 orang tewas hingga Rabu sore ini (Kompas.com, pk. 07.26).