Munir dalam Desain Grafis: Sebuah Upaya Melawan Lupa

cak-merah.jpg

 

Talangsari, Lampung 7 Februari 1989, Serombongan Prajurit TNI menyerang sebuah perkumpulan pengajian di sebuah desa terpencil yang dipimpin oleh Warsidi. Serangan ini terjadi setelah sehari sebelumnya terjadi perselisihan yang menewaskan Danramil Way Jepara. Akibat serbuan itu  27 orang tewas, 78 orang dihilangkan secara paksa (data KONTRAS). Termasuk dalam korban hilang itu adalah tiga orang anak usia SD, Muhamad Toha (kelas IV SD), Ahmad Riyanto (kelas IV SD), dan M. Nasir (kelas VI SD) yang tak pernah ditemukan hingga sekarang (Kompas, 4 Maret 2008).

 

Jakarta 4 Maret 2008, Mantan Komandan Korem Garuda Hitam 043/Lampung AM Hendropriyono dipanggil untuk memberikan keterangan di kantor Komnas HAM. Hendropriyono ternyata tidak memenuhi panggilan tersebut, sementara Komnas HAM tidak berwenang untuk melakukan panggilan paksa. (Kompas, 10 Maret 2008). Namun Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh merasa yakin akan komitmen Panglima TNI untuk mendukung dan membantu penegakan HAM yang terkait dengan anggota militer. Salah satu buktinya adalah kesediaan Panglima TNI membantu penyelidikan kasus penembakan di daerah Alas Tlogo, Jawa Timur oleh anggota Marinir.

 

Keyakinan Ridha Saleh bisa jadi benar. Namun mungkin Ridha lupa ada perbedaan besar antara kasus Alas Tlogo dan ketidakhadiran Hendropriyono. Kasus yang pertama (Alas Tlogo) adalah kasus pasca-reformasi dan melibatkan prajurit-prajurit Marinir “tanpa bintang”. Sedangkan kasus kedua (Talangsari) terjadi pada masa Orde Baru, dan melibatkan aparat negara “kelas atas” – setidaknya aparat yang kemudian berhasil naik-kelas. Hal yang sama juga terjadi pada kasus pembunuhan aktivis Kontras, Munir.

 

Munir

Munir dibunuh dengan menggunakan racun arsenikum, dan meninggal dunia ketika melakukan perjalanan ke Amsterdam tanggal 7 September 2004, dalam Boeing 747 Garuda GA 974. Setelah melalui penyelidikan dan persidangan yang panjang, akhirnya Pollycarpus – yang tercatat sebagai crew Garuda Indonesia – ditangkap dan diadili. Pollycarpus sempat dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan oleh Pengadilan. Namun melalui peninjauan kembali, akhirnya Pollycarpus dijebloskan ke penjara.

 

Apakah masalah Munir dapat dianggap selesai? Tentunya tidak, karena dalam berbagai bukti yang diajukan di pengadilan, Pollycarpus memiliki hubungan dengan pejabat tinggi Badan Intelijen Negara (BIN). Bahkan penunjukan Polly sehingga menjadi satu penerbangan dengan Munir pun dicurigai menggunakan surat rekomendasi dari BIN. Pertanyaan yang menggantung adalah, mungkinkah Polly bekerja seorang diri? Atas dasar motif apa? Apakah hubungan Polly dengan pejabat tinggi BIN? Sayangnya lembaga hukum di Indonesia tidak berniat untuk menuntaskan penyelidikan hingga menembus badan intelijen yang sangat ditakuti pada masa  pemerintahan Soeharto dahulu. Dalam hal ini ternyata Presiden tak mampu memerintahkan para petinggi militer untuk mematuhi proses hukum – hal yang sama terjadi dalam kasus Talangsari.

 poster-merah.jpg 

Adakah kemajuan dalam penegakan HAM?

Bila pada masa pasca-Soeharto ini berbagai kasus pelanggaran HAM masih juga  sulit diselesaikan, pertanyaannya adalah: apakah reformasi masih ada gunanya? Atau dengan kata lain, adakah kemajuan dalam penegakan HAM di era pasca-Soeharto ini? Mencuci piring kotor hasil pesta rezim otoriter selama lebih dari 30 tahun memang tidak mudah. Namun sesulit apapun, sekecil apapun kemajuan, tetaplah sebuah kemajuan. Ketika Soeharto berkuasa sulit membayangkan seorang pejabat tinggi militer ataupun intelijen diminta hadir untuk dimintai keterangan sebagai saksi oleh sebuah Komisi penegakkan HAM. Upaya perlawanan yang dilakukan oleh para korban pelanggaran HAM dewasa ini pun semakin menunjukkan keberanian. Contoh kemajuan paling aktual adalah ketika Komnas HAM beberapa hari yang lalu memutuskan akan mengusut tuntas kasus pembunuhan massal tahun 1965. Hal ini menunjukkan bahwa reformasi tetaplah membawa kebaikan pada penegakkan kebenaran.

 

Pelanggaran pelanggaran HAM, selain merupakan sebuah tindakan nyata yang berdampak nyata secara fisik, juga memiliki dimensi simbolik. Tindakan pelanggaran HAM tersebut adalah sebuah teror yang menyampaikan sebuah pesan nyata: jangan ganggu gugat kekuasaan. Pelanggaran HAM adalah sebuah propaganda yang paling kongkrit. Sebaliknya apa yang dilakukan oleh Suciwati bersama para aktivis Kontras dan Kasum (komite solidaritas untuk Munir) adalah sebuah  kontra-propaganda. Mulai dari perlawanan yang paling kongkrit, yaitu perlawan secara hukum di meja hijau, gelombang unjuk rasa, hingga menggunakan media cetak.

 

Dari sudut pandang Desain Grafis, upaya menguak selubung pembunuhan Munir menampilkan sebuah fenomena menarik. Para aktivis HAM dalam berbagai kegiatan tampak tidak lepas dari ikon wajah Munir – pada pamflet, poster, t-shirt, baliho, dan media grafis lainnya. Media penyadaran dalam aksi aksi para aktivis tersebut selalu menampilkan bayangan wajah berwarna hitam (high-contrast) seorang lelaki berkumis, berambut ikal, di atas latar belakang merah. Indera penglihatan kita langsung menangkap citra wajah yang sangat sederhana itu dan mencocokkan dengan memori kita, muncullah kata “Munir”. Dengan media media penyadaran demikian lah publik selalu teringat bahwa ada sebuah kasus pembunuhan aktivis HAM yang belum tuntas. Bahwa di Republik ini ada seseorang yang dibunuh karena benar. Media penyadaran Munir berhasil menjalankan fungsinya sebagai sebuah desain grafis untuk terus-menerus menguatkan ingatan publik. Kekuatan grafis Munir itu kemudian dilipatgandakan oleh media cetak , seperti majalah dan surat kabar, serta media elektronik seperti televisi.

 

Belajar dari keampuhan desain grafis Munir, mungkin tiap bentuk upaya dan gerakan memperjuangkan HAM harus semakin mendayagunakan kekuatan Desain Grafis sebagai media penyadaran masyarakat untuk melawan lupa. (A.A.S)

 Catatan: Desain kedua poster Munir oleh desainer grafis Kontras/Kasum

 

2 responses to “Munir dalam Desain Grafis: Sebuah Upaya Melawan Lupa

  1. Semoga kebenaran di balik kasus Munir bisa segera tersingkap

  2. Yes, gw yg desain poster pertama di atas. 😉 #bangga!

Leave a comment